Pages

Thursday, 9 February 2012

Download Kumpulan Novel AA Navis

Kisah ini diawali dengan menceritakan latar belakang kehidupan keluarga seorang gadis yang mengalami kecacatan sejak lahir. Karena musibah yang menimpa keluarganya menyebabkan ia menjadi hidup sebatang kara. Seluruh keluarganya tewas akibat kecelakaan lalulintas. Mobil yang ditumpangi keluarganya masuk jurang karena dihadang pemberontak. Sementara ia (si gadis) pada waktu itu tidak ikut karena ia sakit bersama pembantunya. Kabar kematian keluarganya baru diketahui beberapa hari kemudian, itu pun dari pamannya, setelah pamannya menerangkan dengan susah payah karena si gadis sulit mengerti karena ia bisu tuli.
Semenjak anggota keluarga yang dicintainya telah tiada, ia mengalami kesedihan yang tiada tara, ia selalu terkenang akan saat-saat keluarganya masih ada. Sungguh adanya keanehan perasaan yang dialami ketika merenungi semua yang pernah ia alami beserta saudara-saudaranya. Tampak jelas kasih sayangnya kepada si gadis. Sayang, mereka telah tiada.
Ia masih ingat hanya satu hal yang tidak diberikan ayahnya. Ia tidak disekolahkan ayahnya seperti saudara-saudaranya karena waktu itu belum ada sekolah untuk orang bisu tuli. Sebelum kejadian yang menimpa keluarganya, si gadis termasuk keluarga yang cukup berada pada waktu itu. Ayahnya bekerja di pemerintahan dengan kedudukan tinggi dengan selalu membawa mobil dinas dengan penghasilan yang memadai.
Dengan terjadinya musibah bisu dan tulinya itu, ia harus rela mengikuti keputusan keluarga yang lain. Ia harus kembali ke Padang Panjang meninggalkan kota Jakarta yang telah memberi tempat cinta kasih sayang keluarganya.
Ia dijemput oleh pamannya yang bernama paman Angah. Di atas kapal yang menuju ke Padang Panjang, ia mendapatkan pengalaman yang menyakitkan. Di geladak kapal rupanya ada pula penumpang  bisu yang menjadi bahan cemoohan penumpang lain. Karena melihat tingkah dan gerak-geriknya yang menjadi bahan tertawaan. Bahkan orang bisu itu melecehkan si gadis. Ia menangis karena nasibnya telah dimalangkan oleh lingkungannya. Pengalaman di kapal telah membangkitkan keinginan untuk menjadi orang bisu tuli yang hebat.
Tibalah di rumah Angah. Keluarga Angah terdiri dari empat orang yaitu istrinya, Busro serta adiknya Bisri. Mereka menyambut kedatangan si gadis dengan ramah begitu juga tetangganya.
Mulailah ia menyesuaikan diri dengan keluarga Angah. Mula-mula untuk mengisi waktu dengan cara ikut menggembalakan itik. Namun cobaan pertama datang dari anak kecil yang suka mengganggu bila bertemu menggembalakan itik. Mereka kadang-kadang melempari si gadis bahkan sampai berdarah. Namun karena kesulitan untuk melaporkan, kejadian yang sebenarnya ia pendam sendiri. Suatu ketika ia diganggu kembali oleh anak-anak sampai kepalanya berdarah dan jatuh pingsan, ingat-ingat ia sudah ada di rumah serta banyak orang menungguinya.

Download


Robohnya Surau Kami


SINOPSIS


Sewaktu saya duduk di bangku SMA dulu, guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, ibu Sri Murtiningsih pernah membacakan sebuah cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis. Cerpen ini bercerita tentang kisah seorang kakek penjaga surau yang merasa sedih dan murka, sehingga akhirnya bunuh diri karena cerita seorang tokoh bernama Ajo Sidi tentang Surga dan Neraka. Bagi yang belum pernah baca, bisa klik disini dan bisa juga datang ke toko buku terdekat untuk membeli atau sekedar numpang baca. :p

Di cerpen ini, saya tertarik dengan tokoh Ajo Sidi. Saat duduk di kelas 1 SMA dulu, saya berpendapat bahwa Ajo Sidi adalah tokoh antagonis yang secara tidak langsung menyebabkan kematian kakek. Apalagi, diceritakan juga bahwa Ajo Sidi adalah seorang pembual. Tokoh “aku” yang marah pada Ajo Sidi juga mau tak mau mempengaruhi penilaian saya.

Setelah 9 tahun saya tidak membaca cerpen “Robohnya Surau Kami”, kemarin saya berkesempatan untuk membacanya kembali. Saya kembali tertarik dengan tokoh Ajo Sidi. Namun kali ini penilaian saya berubah. Saya tidak lagi menganggap Ajo Sidi sebagai tokoh antagonis, seperti anggapan saya pada saat usia saya masih muda alias masih ababil. Menurut saya, cerita Ajo Sidi tentang Haji Saleh bukanlah bualan belaka. Ia hanya menceritakan kisah yang memang sungguh terjadi. Kisah tentang orang-orang yang menganggap dirinya suci dan rajin namun kurang peduli pada sesamanya.

Meskipun cerita Ajo Sidi tentang Haji Saleh cukup menampar batin si kakek, bukan salah Ajo Sidi jika akhirnya kakek memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menggorok leher menggunakan pisau yang diasahnya sendiri. Menurut saya, justru si kakek yang salah karena bukannya sadar setelah mendengar cerita Ajo Sidi, tapi malah tersinggung. Bukankah akan lebih baik jika si kakek merenungkan cerita tentang Haji Saleh dan kemudian mengambil keputusan untuk mengubah sikapnya selama ini dan menjadi lebih peduli pada sesama.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menjumpai orang-orang seperti Haji Saleh dan kawan-kawannya. Orang “suci” yang memahami kitab suci, rajin beribadah dan selalu berdoa sepanjang hari hingga akhirnya lalai mempedulikan sesama manusia. Sebagai umat Kristen, saya pun sering menjumpai hal semacam itu. Orang-orang yang rajin beribadah, rajin pelayanan dari Senin sampai ketemu Senin lagi. Pulang sekolah, pulang kuliah atau pulang kerja langsung ke gereja untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan. Dari latihan paduan suara, rapat natalan, ibadah pemuda, persiapan ibadah, hingga doa semalam suntuk hingga akhirnya keesokan harinya suntuk seharian gara-gara ngantuk.

Kegiatan semacam itu memang bukan hal yang salah. Tetapi ketika kita lebih fokus dalam kegiatan-kegiatan gerejawi yang seolah-olah suci dan kita kurang peka pada kebutuhan orang-orang di sekitar kita, maka sia-sialah semua yang kita kerjakan. Dalam alkitab terdapat 2 hukum yang menjadi pedoman orang Kristen.

“Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

(Matius 22:37-39)

Bukan hanya kegiatan-kagiatan “rohani” yang dapat kita lakukan. Pelayanan kepada Tuhan lebih daripada itu. Lebih dari sekedar berdoa, beribadah dan melayani. Mengasihi sesama kita, peduli pada setiap persoalan yang sedang dihadapi teman kita bisa menjadi bentuk nyata dari beribadah kepada Tuhan. Memang bukan hal yang mudah untuk peduli pada sesama, apalagi kepada bangsa den negara kita. Namun kita bisa memulainya dari hal-hal kecil seperti sapaan pada teman, perhatian pada saat teman berulang tahun, ataupun membayari makan teman saat kita sedang diberkati. Untuk bangsa dan negara, bisa kita mulai dengan membuang sampah pada tempatnya, menjadi orang tua asuh dan sebagainya.

Jika memang kita masih belum bisa melakukan hal besar, jangan lantas kita mengambil tindakan seperti kakek yang mengakhiri hidupnya sendiri. Selalu ada kesempatan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya jika kita mau untuk mulai berusaha. Kehidupan yang seimbang dalam mengasihi Tuhan dan sesama tentu akan membuat hidup kita lebih bermakna dan berguna.


Download


Zaim Penyair yang ke istana


SINOPSIS




Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.


Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.


Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.


Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan 
dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.


Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.




Download


Tamu yang datang di hari lebaran
Download

Si Bangkak
Download

Angin Dari Gunung
Download

Bayang-bayang
Download

0 comments:

Post a Comment