Patologi Manajemen Teater
Posted by PuJa on February 21, 2012
Rizki Aprima Putra *
http://padangekspres.co.id/
Perkembangan teater Indonesia sangat pesat dan dinamis. Dimensi teater sebagai seni dan ilmu terus-menerus mereproduksi kreatifitas manusia Indonesia dalam pembangunan nasional. Sejalan dengan itu, proses kreatif teater tidak hanya menyentuh imajinasi dan inovasi para seniman teater saja, tapi juga mampu menggugah kegelisahan mahasiswa dan pelajar sebagai agen perubahan dan pembaharuan, khususnya di bidang seni teater.
Dalam praktiknya, perencanaan dan pementasan teater yang diusung mahasiswa di perguruan tinggi atau pelajar di sekolah tentu saja membutuhkan seni dan ilmu manajemen untuk menghasilkan tontonan yang segar dan profesional. Dengan begitu, kontribusi teater di lingkungan kampus dan sekolah diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perkembangan teater Indonesia pada umumnya.
Sehubungan dengan geliat mahasiswa dan pelajar berkesenian, teater merupakan sarana dan media yang komunikatif dan sudah sepatutnya teater menjadi suatu kebutuhan sosial dalam menyikapi persoalan yang muncul di tengah heterogenitas masyarakat modern. Namun dalam perjalanannya, perkembangan seni teater ternyata masih belum mampu untuk menciptakan manajemen yang profesional, bahkan banyaknya grup teater yang lahir di Indonesia dewasa ini bisa dikatakan sebagai sebuah hal yang latah dan cenderung hanya memfokuskan persoalan teater hanya pada wilayah akting saja.
Manajemen dalam konsep teater
Berkaitan dengan pementasan teater, manajemen dapat diterapkan pada berbagai usaha dan kegiatan dari sekelompok manusia dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya. Dengan begitu, dalam menangani suatu pementasan teater, semua faktor utama seperti orang-orang yang bekerja di belakang panggung, pelaku seni, petugas gedung dan pelayan penonton sudah seharusnya memiliki komitmen bersama, yaitu menggalang kerja sama dan bekerja bersama-sama untuk keberhasilan pertunjukan. Di Indonesia, pengetahuan dan pengalaman manajemen mulai dibutuhkan dan diterapkan dalam penyelenggaraan suatu pertunjukan, ketika peran tontonan bergeser menjadi hiburan atau kesenian populer yang digarap secara profesional.
“Dalam bentuk yang lebih modern, pertunjukan teater diselenggarakan dengan cara yang profesional. Profesional dalam hal ini adalah adanya manajemen yang matang dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pascaproduksinya”. (Wijaya, 2007:192)
Kalimat diatas mengandung bentuk bahwasanya Putu Wijaya menawarkan profesionalisme pengelolaan atau manajemen suatu pertunjukan teater agar berjalan dengan lancar dan berhasil dengan baik. Manajemen sebagai ilmu dan seni sangat diperlukan. Bukan semata-mata untuk tujuan komersil, tapi juga sebagai proses belajar. Dengan kata lain, ada beberapa hal pokok dan menjadi kunci dan sangat penting untuk dijadikan pegangan dalam mengatur jalannya suatu pertunjukan, di antaranya, sebelum mengadakan pertunjukan harus diketahui dahulu kapasitas pekerjaan yang akan dilakukan. Ini menyangkut masalah proses penentuan tujuan, perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengarahan serta pengawasan sampai tujuan.
Manajemen teater yang amatir
Manajemen teater sebenarnya sudah menjadi masalah yang pelik dan akut, baik manajemen produksi maupun manajemen artistik, hal seperti ini bukan saja terjadi pada teater kampus maupun teater pelajar tetapi kelompok-kelompok teater yang profesional dan semi profesional di Indonesia pun mengalami persoalan yang sama. Sebut saja Teater Koma besutan Nano Riantiarno, mungkin satu-satunya teater Profesional yang cukup baik dalam mengelola manajemen produksi teater. Akan tetapi, tetap saja manajemen produksi teater di Indonesia masih menjadi semacam konsep atau barang aneh dan berat untuk dilaksanakan.
Keamatiran suatu komunitas teater dalam proses produksi sebenarnya adalah sebuah ironi yang telah terjangkit virus dalam balutan patologi ditubuh manajemen teater. Ketidakmampuan kinerja sebuah tim sepertinya telah merenggut harapan besar dari para seniman teater yang mencita-citakan sebuah hasil produksi yang berkualitas baik dari segi produksi maupun artistik. Namun semangat cita-cita tersebut sering kandas oleh kesadaran personal akan perlunya dan pentingnya mengemas sebuah produksi karya yang baik dan matang, sehingga bisa tercipta sebuah karya yang berkualitas.
Tommy F. Awuy dalam buku Teater Indonesia mengatakan bahwa “teater Indonesia adalah teater yang penuh ambiguitas, ini disebabkan oleh banyak hal, terutama menurutnya teater di Indonesia hingga kini masih amatiran, baik dari segi manajemen produksi maupun dari segi manajemen artistik (penyutradaraan, skenografi, panggung, cahaya, musik, rias). Semuanya masih saling meraba meyakini fungsi, bidang kerja dan tugasnya masing-masing”. Selanjutnya Tommy F. Awuy juga menyatakan bahwa “ambiguitas tersebut disebabkan oleh alasan fanatik yang mengatakan bahwa teater tergantung pada ekspresi realitasnya, sehingga bukan menjadi sebuah pertunjukan iluvitas tinggi”. Teater seharusnya mengelak, menolak, bahkan mentransendensi realitas, bukan hanya sekedar sebuah pertunjukan yang dibungkus dalam kemasan hiburan semata.
Manajemen teater Profesional, hal yang utopis ?
Barangkali saja ada ratusan jawaban atau pun ribuan pendapat yang bakal dilontarkan oleh para penggiat teater jika mendengar pertanyaan “apakah manajemen teater yang profesional adalah sebuah hal yang utopis”? Jika harus dihitung berapa banyak kelompok teater Indonesia yang mempunyai manajemen teater yang profesional, barangkali saja jari-jari kita cukup untuk menghitungnya. “Jauah panggang dari api” Mungkin ungkapan itu tepat untuk menggambarkan kondisi peta perteateran Indonesia dalam mengelola manajemen teater, mengingat banyaknya komunitas teater di Indonesia yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan baik dari teater pelajar, teater kampus, kampus teater, bahkan teater umum yang kita kenal dengan sebutan teater independent. Sebuah asa yang digantung tinggi ditiang harapan.
Pada hakikatnya teater adalah sebuah kerja kolektif yang membutuhkan kerja sama tim, baik dari segi artistik maupun segi produksi. “Para teaterawan wajib menciptakan komunitas kebersamaan, lalu menjaganya dan bukan malah mempertajam kesendirian” tutur Nano Riantiarno dalam bukunya Kitab teater. Kebersamaan yang diungkap komandan teater koma tersebut dalam hal ini yaitu komitmen setiap pendukungnya melalui komunikasi yang bebas dan terbuka untuk menciptakan sebuah karya. Komitmen melalui komunikasi yang begitulah yang biasa disebut dengan manajemen dalam teater, yaitu sebuah cara atau aturan yang disepakati bersama untuk mengorganisir kegiatan (produksi) sebuah karya pementasan. Dengan demikian, karya seni yang dihasilkan oleh orang-orang yang tergabung didalam produksi tersebut bukan hanya atau tidak sepenuhnya dihasilkan oleh satu orang atau satu unsur saja hingga pada akhirnya manajemen teater yang profesional tidak lagi terjangkit dalam sebuah patologi yang akut dan sejatinya bisa melepaskan tubuh manajemen teater dari kebelengguan yang utopis.
________12/02/2012
*) Rizki Aprima Putra, Penulis adalah mahasiswa FISIP Unand dan aktif berkegiatan di Teater Rumah Teduh UKS-UA
0 comments:
Post a Comment