Pak Kades, Seribu Janji
Posted by PuJa on March 4, 2012
Djunaedi Tjunti Agus
http://www.suarakarya-online.com/
Dengan mimik muka kusut Pak Kepala Desa (Kades) naik ke podium. Dia terlihat lelah, dengan kantong mata makin besar, seperti ada beban pikiran, kecapaian. Beda dari biasanya yang selalu penuh semangat, kali ini Kades sepertinya menyampaikan salam setengah hati.
“Saudara-saudara tentu sudah tahu. Ada kelompok tertentu yang tidak senang terhadap saya. Ingin menjatuhkan saya. Menggusur saya dari tampuk pimpinan,” ujarnya tanpa basa-basi.
Diam sesaat sambil mencari sesuatu dari kantong safarinya. Kemudian melirik ke arah kanan. Seseorang berdiri lalu menghampiri Pak Kades dan menyerahkan selembar sapu tangan. Pak Kades menyeka keningnya yang berkeringat, lalu melanjutkan pidato.
“Ibu dan Bapak anggota Badan Permusyawaratan Desa atau BPD yang terhormat. Tokoh masyarakat dan hadirin hadirat yang saya cintai. Apa betul ibu dan bapak semua juga tidak menginginkan saya lagi?”
“Tidaaaaakk!” Jawaban itu keluar bergemuruh serentak dari seluruh hadirin. Tapi entah dari arah mana ada satu suara sumbang. Tidak hanya muncul belakangan, tapi jawabannya lain sendiri.
“Setujuuuu,” teriaknya.
Karuan suasana jadi gaduh. Wajah Pak Kades merah padam. Beberapa hansip langsung bereaksi, berlari ke arah suara lantang bernada minor. Terdengar ribut-ribut, teriakan dan bentakan. Satu dua pukulan menghantam. Lalu seseorang ditarik dengan kasar menjauh dari tempat acara.
“Itu suatu bukti adanya musuh dalam selimut. Ada orang tidak mau menghargai jasa orang lain, termasuk terhadap pemimpin seperti saya yang sudah bekerja keras untuk kepentingan warga, kepentingan rakyat,” katanya.
“Ibu, bapak, dan saudara-saudara sekalian. Atas nama reformasi banyak orang berbuat semaunya, kebablasan. Tidak hanya mengkritik, memaki, bahkan memfitnah. Ini saya alami akhir-akhir ini,” kata Pak Kades.
Suasana pun hening. Hadirin tampak serba salah, canggung. Hampir semua yang hadir bagai menahan nafas. Jangan kan bertepuk, bergerak pun ditahan, khawatir mengeluarkan suara. Seorang bapak yang sejak awal selalu batuk, juga tak terdengar lagi. Beberapa orang memintanya menjauh.
“Demi masyarakat, agar desa kita maju, agar penganggur dapat pekerjaan, demi anak-anak agar tak busung lapar, agar bapak-bapak dan ibu-ibu tidak terbelit utang, saya sudah memberikan yang terbaik. Apa lagi yang kurang,” kata Pak Kades, kali ini penuh semangat.
Tepuk tangan kembali terdengar, tetapi hanya muncul dari empat barisan tempat duduk bagian depan yang ditempati anggota BPD, tamu kehormatan, para pembantu Kades, istri, anak, dan beberapa anggota keluarga Kades lainnya. Sementara dari barisan tengah hingga belakang terdengar bisik-bisik. Suasana hampir saja gaduh, ketika seorang aparat desa menegur seseorang yang berbisik terlalu keras.
Sebagian hadirin mulai jenuh, menilai pidato Kades jauh dari kenyataan.
“Semua yang diomongin hanya retorika, seribu janji kosong,” seseorang berbisik pada orang di sebelahnya.
“Apa yang dilakukan Kades hanya untuk kepentingan sendiri dan kroninya. Kita dapat apa?,” bisiknya lagi.
“Iya, ya, betul. Lihat saja di pasar desa, berapa banyak pungutan harus dibayar para pedagang. Pungutan kebersihan, uang keamanan, iuran ini dan itu, bantuan untuk organiasi kepemudaan yang dipimpin anak Pak Kades, dan lainnya. Apakah ini yang namanya upaya terbaik Kades?,” jawab teman bicaranya.
Seseorang yang duduk di depan mendehem lalu melirik orang yang asyik berbisik. Pembicaraan pun terhenti.
“Jika ada yang ingin menyaingi saya, silakan maju ke depan. Biar saya yang jadi pendengar atau silakan pergi bicara sepuasnya,” Pak Kades, merasa terganggu.
Suasana kembali tenang, bahkan sunyi bak kuburan di tengah malam buta.
“Apakah ada diantara hadirin yang setuju saya menghentikan pidato dan kita bubar saja?”
Ucapan Kades kembali disambut dengan koor ; “Tidaaaaaaakkkkk.” Tapi lagi-lagi di ujung teriakan kembali terdengar satu suara berbeda, tak kalah kerasnya meneriakkan kata; “Setujuuuuuuuuu.”
Pak Kades kaget. Sesaat dia diam, namun setelah pembangkang diamankan dia mampu menguasai diri.
* * *
Acara yang digelar di lapangan di pinggir kali, pagi itu, adalah untuk pencanangan penghijauan yang ditandai penanaman pohon di sepanjang sungai. Kesempatan itu dimanfaatkan Kades melepaskan uneg-uneg.
Saking panjangnya pidato Kades, sampai-sampai terdapat 9 korban yang diamankan hansip dan polisi desa, gara-gara entah kenapa mereka berteriak setuju saat yang lain meneriakkan kata tidak.
Walau dalam pemilihan kepala desa Pak Kades meraih 60 persen suara, namun banyak rakyat tak puas. Masalahnya, ketika pemilihan, tak sedikit yang memilih golput. Sudah menjadi rahasia umum, Kades melakukan permainan uang, money politics.
Dalam 2 tahun lebih kepemimpin dari 6 tahun yang akan dijalani, Kades kerap memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kroni. Janjinya menyejahterakan rakyat hanya omong kosong. Pengangguran di desa makin tinggi, kemiskinan terus menghimpit. Hanya segelintir orang yang menikmati pemerintahan Kades.
Untuk mengukuhkan kekuasaan, Kades tak hanya menempatkan orang-orangnya sebagai perangkat desa, tetapi juga tersebar sebagai kepala dusun atau padukuhan. Sebagian ketua rukun kampung adalah pendukungnya.
Buruknya kinerja Kades bukannya tak mendapat perlawanan. Ada sekelompok kecil rakyat membangun kekuatan, melawan. Kelompok itu dipimpin mantan kandidat Kades yang kalah. Dia memiliki beberapa bukti kecurangan Kades terpilih, tapi tak berdaya, karena tak digubris panitia pemilihan.
“Saudara-saudara tahu betapa semena-menanya Kades. Tidak hanya KKN, tetapi juga memeras rakyat. Lihat tingkah anak buah beliau di Kantor Desa, melakukan pungutan liar terhadap setiap warga yang mengurus surat,” kata sang mantan kandidat.
Menurut mantan kandidat tersebut, keegoisan seseorang dapat terlihat dari cara mereka berkendara di jalan raya. “Bila siang kerap menggunakan klakson dan mengedip-ngedipkan lampu besar agar yang lain minggir. Pada malam hari selalu menggunakan lampu jarak jauh atau tinggi. Sikap mereka sangat mengganggu pengguna jalan lain, tidak peduli di tengah macet atau saat ngantri di lampu merah,” tuturnya.
Menurur dia,umumnya yang melakukan itu ada dua kelompok. Pertama kelompok angkutan umum-angkot, bus kota, taksi-yang kerap tampil unggal-ugalan atau selalu ingin berada terdepan dengan alasan mengejar setoran. Bila malam hari, terutama taksi, selalu memasang lampu tinggi, tak peduli menyilaukan pengendara di depannya, juga yang berlawanan arah.
Kelompok kedua adalah pemilik mobil mewah, kelompok yang tak kalah menyebalkan. “Kelompok kedua ini berprilaku begitu karena merasa paling hebat. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya membunyikan klakson dan menyalakan lampu besar di siang hari, serta selalu memasang lampu jarak jauh yang menyilaukan pengendara di depan atau yang berlawanan arah di malam hari. Biasanya pemilik mobil yang kelakukan begitu adalah koruptor, membeli mobil dengan uang haram. Ya, termasuk Kades itu,” kata mantan kandidat Kades, dalam acara penghijauan yang dihadiri Kades.
Kades mengetahui pertemuan itu, karena memang dilapori orang-orangnya. Karena itu dia yakin orang yang coba mengacaukan pidatonya dan saat ini ditahan aparat keamanan adalah utusan mantan kandidat Kades.
* * *
Kades bukannya tidak tahu kesulitan masyarakat. Dia sadar, lapangan kerja yang dia janjikan hanya omong kosong. Rakyat berjuang sendiri-sendiri, termasuk menjadi tukang ojek menggunakan motor kredit atau sewa. Kades malah menyebut itu programnya, mendorong warga berinisitif.
Kades juga bukannya tidak tahu beberapa ibu-ibu di desanya kerap membuat malu, mencuri ikan atau kelapa di pasar untuk memenuhi kebutuhan, atau tertangkap basah mencuri satu kotak susu bayi yang disembunykan di selangkangan saat berada di swalayan. Pak Kades juga kerap mendengar warganya tertangkap dan dihakimi massa karena maling di desa tetangga.
Sebenarnya dia ingin benar berbakti, demi rakyat. Tapi di luar dugaannya dia kini tak bisa mengendalikan diri. Kades tak setuju di desanya, dengan alasan hiburan, ada tempat perlacuran terselubung, arena judi gelap. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, karena telanjur menerima bantuan dana dari pengusaha atau pengelola kegiaan haram itu. Pemberian bantuan dana terjadi sejak kampanye hingga sekarang.
Pak Kades kepada istri dan anak-anaknya pernah mengungkapkan bagaimana dirinya sudah tergadai. Namun istri dan anak-anaknya tak peduli, dengan alasan semua ada harganya. Akirnya Pak Kader berprinsip; telanjur basah ya mandi sekalian.
Kini hanya satu jalan yang harus dilakukan Kades, berupaya membangun pencitraan, kapan pun dan dimana pun. Untuk kepentingan pencitraan Kades membentuk tim khusus. Ada yang bergtugas mempengaruhi opini bahwa Kades adalah yang terbaik. Ada pula yang khusus bertugas mengalihkan isu bila Kades dalam sorotan. Yang tak pernah ketinggalan, ada pula yang khusus ditugaskan mengumpulkan fee dari berbagai proyek.
Pada acara penghijauan desa hari ini Kades juga bicara bagaimana dia mampu memaksimalkan Pendapatan Asli Desa (PAD), melalui hasil usaha desa, hasil kekayaan desa -menjual dan menyewakan tanah desa, menetapkan berbagai pungutan di pasar desa, pemanfaatan bangunan desa-serta hasil swadaya dan partisipasi. Namun dia tak menyebut bahwa semua itu diwarnai KKN.
“Sekali-kali jangan menyabot program desa. Saya tidak akan kompromi. Jangan sebut saya peragu, saya akan libas siapa pun yang hendak bikin kacau,” katanya.
Kades melalui aparat desa-hansip dan polisi desa-memang tak segan meneror warga yang dianggap membangkang. Dia berpendapat Kades harus keras.
“Saya memimpin desa sesuai aturan yang berlaku, tak perlu dipermasalahkan. Semua dapat saya pertanggung jawabkan,” katanya lantang.
“Jadi kalau ada yang ingin mengacau, pikir ulang. Pasti akan kena batunya, seperti yang coba merusak program penghijauan kita.”
“Ibu, bapak, dan saudara sekalian. Usai acara penanaman pohon penghijauan kita akan lihat bersama, siapa kelompok pengacau yang tertangkap tadi.”
Tak lama setelah acara penanaman pohon, Kades bersama undangan, perangkat desa, dan aparat keamanan, menuju Kantor Padukuhan dimana 9 orang pembangkang ditahan. Kades berencana mempermalukan kandidat Kades dengan mempertontonkan orang-orang suruhannya.
“Kita arak pengacau ini keliling kampung, biar semua orang tahu,” katanya kepada beberapa tamu yang berjalan beriringan dengannya. Tapi alangkah kagetnya Pak Kades, begitu melihat orang-orang itu.
Mukanya merah padam, ternyata 9 orang pengacau itu adalah anggota timnya saat kampanye pilkades. Dia baru sadar, selama ini para anggota tim suksesnya itu hanya dilatih meneriakan satu kata, “setujuuuuuuu”, setiap Pak Kades perlu disemangi saat berpidato.
Para anggota tim sukses itu pun tak merasa salah, karena pada penampilan mereka kembali dalam acara Pak Kades, di acara pidato penghijauan tadi, mereka merasa telah menjalankan tugas sebagaimana mestinya, meneriakkan kata setujuuuuuuu.***
* Kebayoran Baru, akhir 2011
0 comments:
Post a Comment