Pages

Sunday, 1 April 2012

Birokrasi!


Birokrasi!
Posted by PuJa on April 1, 2012
Bandung Mawardi
Tempo, 23 Okt 2011

Sejarah Indonesia adalah sejarah tuan dan hamba (patron-client ). Kita bakal menelisik ini dari proses modernisasi awal di Nusantara, agenda transformasi sosial-politik-ekonomi, ketamakan kolonial, dan utopia kemodernan kaum pribumi. Perkebunan, pabrik gula, birokratisasi, percetakan, pendidikan, dan transportasi menjadi prolog modernisasi pada abad XIX. Perubahan-perubahan ini lekas melahirkan dikotomi politik, ekonomi, sosial, dan kultural. Sejarah pun bergerak dalam dikotomi telak: tuan dan hamba.
Lakon tuan dan hamba dalam kekuasaan tradisional di kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara telah memberi format dan isian. Legitimasi politik turut ditentukan oleh kekuatan adikodrati dan mengandung sifat ilahiah, raja hadir sebagai representasi dewa. Relasi tuan dan hamba ada dalam kesakralan, kepatuhan hamba adalah mutlak, kesalahan dan pembangkangan bakal dihadapkan pada hukuman politik serta dosa. Raja sebagai tuan mendefinisikan diri dengan sabda-sabda, imperatif politik, dan gelaran simbolis. Raja itu suci, noda dan salah hampir tak bisa dikenakan atas ulah atau kebijakan raja. Tuan dan hamba dalam lakon ini kentara eksploitatif, irasional, dan manipulatif.
Warisan kekuasaan tradisional itu bersentuhan dan mengalami pergumulan intensif dengan strategi politik-kultural kolonial. Modernisasi digulirkan dengan represif, kolonial mendominasi legitimasi politik, transaksi ekonomi menjadi iming-iming kooptasi kekuasaan tradisional. Sartono Kartodirdjo (1999) menilai modernisasi tampil dalam tiga pokok: property (milik), occupation (pekerjaan), dan contract (perjanjian). Semua ini menjadi penyebab keruntuhan kekuasaan tradisional dan kepatuhan terhadap kolonial dalam paket politik-ekonomi modern. Penguasa-penguasa lokal mengalami ketergantungan, pemahaman sebagai tuan dalam konteks tradisional menjadi “penghambaan”. Kolonial mengubah relasi tuan-hamba tradisional menjadi format modern, penguasa lokal dimanjakan dengan fasilitas, insentif ekonomi digelontorkan, dan perjanjian politik menjadi ikatan eksploitatif.
Modern
Relasi tuan-hamba juga menemukan format modern dalam pembukaan usaha perkebunan di Sumatra sejak akhir abad XIX. Fragmen sejarah itu melahirkan istilah-istilah baru dalam pola kerja, sistem ekonomi, dan perubahan sosial-kultural. Uang menjadi idaman, kota terbentuk dan membesar, profesi (kerja) terdefinisikan, serta hierarki sosial-kekuasaan dimodernkan. Sejak itu, kisah tuan dan hamba melekat sebagai capaian dari modernisasi di Hindia Belanda. Kisah-kisah itu diadopsi dalam perpolitikan modern sampai hari ini.
W.F. Wertheim (1999) mengakui perubahan fundamental dalam struktur perekonomian di Hindia Belanda terjadi pada awal abad XIX. Pemicu perubahan dipengaruhi oleh penampilan organisator besar: Daendels, Raffles, dan Van den Bosch. Penetrasi ekonomi ala Barat dilakukan demi eksperimen dari orientasi kapitalistik di Hindia Belanda. Pembenaran dari ulah eksploitatif ini adalah pembentukan birokrasi dengan struktur dan sistem terkendalikan. Birokrasi menjadi penopang proyek ekonomi.
Sistem politik modern dan utopia demokrasi memang identik dengan ketertiban dan hierarki. Corak kemodernan ini menghinggapi pola politik Indonesia, yang membuat perpolitikan sebagai ajang ekspresi dan pertarungan modal ekonomi, politik, sosial, atau kultural. Birokrasi dibentuk-dijalankan dengan aksentuasi tuan dan hamba. Sistem politik atau administrasi modern diolah untuk membenarkan arogansi tuan dan kepatuhan hamba.
Birokrasi modern menjadi tameng, kendati perumusan birokrasi pada abad XIX dan XX masih dalam kerapuhan. Martin Albrow (1989) mengidentifikasi bahwa birokrasi di Eropa identik dengan peran dan makna pemberlakuan sistem pemerintah. Profesionalitas adalah kata kunci untuk para pemangku kepentingan. Definisi belum rampung itu diterapkan dalam kolonialisme: birokrasi dihadiahkan kepada negeri jajahan (Hindia Belanda) tanpa modul. Percampuran dengan sistem politik tradisional menjadi pilihan tak terelakkan.
Birokrasi
Kisah birokrasi di Indonesia mewarisi episode sejarah feodal dan kolonial. Relasi tuan dan hamba “mematikan” atau mereduksi profesionalitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Ong Hok Ham (1991) mengejek warisan itu menciptakan dilema buruk. Pilihan mengakui ada atau tidak ada birokrasi modern adalah pilihan administrasi teratur dengan kekacauan dan kekanak-kanakan dalam administrasi.
Semua itu kita jadikan sasaran kritik: birokrasi bobrok karena mentalitas orang. Sistem tak menjadi penentu efektivitas dan efisiensi kerja. Birokrasi adalah manifestasi politik tradisional dalam bingkai kemodernan. Relasi tuan dan hamba masih mirip alur tradisional. Pemimpin adalah raja dan pegawai adalah hamba. Kerja kolektif, pengambilan kebijakan, kesadaran otoritas, atau konsekuensi nilai bergantung pada pemimpin. Satire untuk keganjilan ini adalah istilah “asal bapak senang” pada masa rezim Orde Baru.
Kisah romantis-ironis dalam birokrasi itu bisa kita telisik dengan menyingkap akumulasi pamrih pencarian untung. Keith R. Legg (1983) menjelaskan, keromantisan alias persekongkolan dalam birokrasi memberi keuntungan dua pihak: hamba mendapatkan keuntungan materi, pihak tuan menerima keuntungan simbolis. Hamba adalah “lumbung nilai” untuk eksistensi dan legitimasi tuan. Politik balas budi dalam model ini susah diputuskan, ikatan-intim pragmatis bisa menjadi perusak jika diinternalisasi dalam profesionalitas kerja dan penentuan prestasi kinerja birokrasi.
Kisah tuan dan hamba dalam selubung birokrasi modern adalah kisah Indonesia hari ini. Ilustrasi sejarah dan interpretasi makna birokrasi dalam politik modern telah menjelaskan pelbagai kerancuan, cacat, dan kerapuhan. Relasi tuan dan hamba tak bisa ditampik sebagai model penciptaan kepatuhan publik, memaklumkan kesalahan birokrasi, membiarkan eksploitasi politik-ekonomi, dan mengultuskan pemimpin. Jadi, jargon reformasi birokrasi seusai kejatuhan Orde Baru adalah “lagu cengeng” dalam kerumunan manusia pendamba jabatan, uang, dan popularitas.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=326512754044263

0 comments:

Post a Comment