Sastra Marjinal dan Pemarjinalan Sastra
Posted by PuJa on May 4, 2012
Judul Buku: The Regala 204 B
Penulis: Nera Andiyanti dkk.
Cetakan I: Agustus 2006
Penerbit: Gapuraja Media Kudus
Tebal Buku: 116 Halaman
Peresensi: M. Nasrurrohman *
http://paradigmaonline.wordpress.com/
Dia menarik tanganku dengan paksa menuju ke ranjang. Tapi ku coba untuk menepisnya sekuat tenaga. Tiba-tiba laki-laki itu berbalik dan menyambar pistol yang tergeletak di atas meja. Lengkahnya kembali mendekat padaku. Sementara moncong pistol itu tepat mengarah di keningku. Setapak demi setapak langkah itu kian mendekat. Tak terbayangkan di mana letak jantungku. Yang kurasakan detaknya tengah berpacu dengan cepatnya. Terlalu cepat untuk aku hitung perdetiknya. Persendianku terasa lolos. Batinku menjerit. Menyebut Asma Allah.(hal. 31)
Sepenggal cerita di atas memberi sedikit sentuhan pada pembaca. Di sini, Nera telah menggambarkan seluruh cerita yang ada dalam buku ini. Bagaimana kehidupan orang-orang marjinal. Sastra “Persembahan untuk kaum marjinal,” melihat titel tersebut, memang layak untuk dipersembahkan, ini tak lepas dengan isi buku ini yang bercerita tentang kaum marjinal. Kaum ini sering dipandang sebagai sekelompok orang yang selalu menerima belas kasihan orang lain atau mereka yang tinggal dipinggiran kota. Tapi di sini, dalam Kumpulan Cerpen (kumcer) The Regala 204 B, editor menuliskan kaum marginal bukan sekelompok orang yang selalu menerima belas kasihan orang lain. Sesuai dengan cerpen yang di tulis, justru orang marjinal di sini, mereka yang gigih berjuang dalam genggaman “penguasa”.
Buku ini pun tidak sekedar bercerita tentang anak jalanan atupun (maaf) pengemis. Tapi lebih dari itu, seperti dalam cerpen Nera Andiyanti, Nela sebagai tokoh utama dalam cerpen The Regala 204 B bukan gadis dari kaum marginal, hanya saja ia teraniaya. Dan masih banyak cerita dalam buku kumcer ini. Dari sebelas cerita yang di muat, kebanyakan bercerita tantang kehidupan yang mengharukan.
“Saat ini aku terbangun dari tidur yang bersisian dengan emak. Suara-suara aneh mengusik telingaku. Kulihat emak bersama Kimong. Di atas alas kardus. Aku pun pura-pura tidur pulas kendati emak bekali-kali menoleh ke arahku di tengah-tengah desah anehnya dan gerak liar Kimong.”(hal. 45). Coba cermati penggalan cerita ini, ia lebih menggambarkan pada kehidupan jalanan yang penuh dengan kecamuk kekejaman dunia, pergaulan bebas dan dekadensi moral.
Melihat dua contoh cerpen di atas, ada dua tema besar yang di usung, pertama, Marjinal Karena kekejaman kaum kapitalis, kedua, Marjinal karena keadaan dunia yang telah menjadikan manusia harus mengadongkan tangan pada juragan.
* * *
Ada sisi menarik dari kumcer ini, sudut pandang penulis mempunyai banyak kesamaan, terutama dalam tema yang diangkat. Antara fiktif dan realis memang sulit dibedakan, jika sudah masuk dalam sebuah tulisan sastra. Terlepas dari fiktif dan non fiktif, kumcer ini telah mengatakan kepada dunia, bahwa inilah kehidupan saat ini yang terjadi.
Setelah membaca semuanya, ada sedikit keganjalan. Apakah cerita “Di Sebuah Persimpangan” itu termasuk cerita tentang orang-orang marjinal? Atau memaksa untuk memarjinalkan? Jika itu yang terjadi, berarti ini cerpen yang termarjinalkan. Selain itu, kenapa harus The Regala yang menjadi titel dari buku ini, padahal Catatan Harian Gembel Cilik dan Kurir, bagi saya lebih menarik dan ceritanya lebih dekat dengan orang-orang marjinal. Selian bercerita kemarjinalan, buku ini adalah bagian dari marjinalisasi editor, meski ini menjadi otoritas editor dalam menerbitkannya dan memilih titel yang menarik.
Di sisi lain, buku ini patut mendapat sambutan positif, karena ini akan menjadi catatan penting bagi kaum muda penerus, sebagai penulis sastra marjinal – yang tak termarjinalkan. Dan satu catatan lagi, buku ini akan lebih baik lagi jika terbitan kedua hadir dengan tampilan yang lebih menghebohkan dengan cerita yang benar-benar tentang kaum marginal. Karena kaum marginal mempunyai banyak sisi menarik untuk menjadi catatan sastra. Semoga tidak sampai di sini.
*Resensator adalah anggota Kelompok Belajar Sastra E-Ja Kudus.
0 comments:
Post a Comment