Ingat Soekarno, Ingat Indonesia!
Posted by PuJa on August 5, 2012
Soekarno: Arsitek Bangsa
Bob Hering
Penerjemah: Mien Joebhaar
Kompas, 2012
viii + 136 hlm
Peresensi: Bandung Mawardi *
Lampung Post, 29 Juli 2012
INDONESIA memang negeri ganjil. Soekarno (6 Juni 1901—21 Juni 1970) selaku penggerak sejarah Indonesia justru belum mendapatkan legitimasi sebagai pahlawan. Pelbagai kalangan dan institusi mulai melantunkan seruan agar Soekarno lekas mendapatkan gelar pahlwan dari negara. Kita terlambat memberi pengakuan disebabkan rezim Orde Baru intensif mencipta stigmatisasi atas sosok Soekanro. Tokoh moncer ini lahir untuk mengisahkan Indonesia. Detik-detik hidup dan embusan napas menghendaki semaian ide-imajinasi Indonesia. Soekarno pun menjelma arsitek negara-bangsa Indonesia.
Bob Hearing mengakui Soekarno memicu emosi dan kontroversi. Jalan politik memang terjal dan keras. Soekarno menempuhi jalan itu berkeringat tanpa putus asa. Penjara dan pembuangan oleh pemerintah kolonial tak bisa membungkan seruan nasionalisme. Soekarno justru lantang dan garang. Kita mengingat kebandelan Soekarno dalam pledoi bersejarah: Indonesia Menggugat (1930). Indonesia tak mau lengah dan terlena oleh represi kolonial.
Soekarno tampil sebagai pembawa suluh untuk negeri terjajah.
Soekarno mengusung takdir perubahan di Indonesia. Kita bisa mengutip pengakuan Soekarno saat mengingat pesan ibu, “Jangan, jangan pernah kau lupakan bahwa anak fajar. Kau akan menjadi pemimpin besar bangsa ini karena ibumu melahirkan dirimu pada waktu fajar.” Soekarno mengantarkan Indonesia dari gelap menghampiri terang. Indonesia bergerak. Soekarno ibarat “penggugah” kala Indonesia terluka dan terbisukan selama ratusan tahun oleh arogansi kolonial.
Gairah politik Soekarno mengeras saat menjalani studi di HBS Surabaya. Soekarno saat itu turut menumpang hidup di rumah HOS Tjokroaminoto. Rumah itu menjelma “sekolah politik” untuk mengolah sengatan politik di tubuh kolonial. Soekarno pun intensif membaca referensi-referensi kunci dengan mengembuskan gagasan Islam, nasionalisme, demokrasi, marxisme, sosialisme. Buku Sun Yat Sen bertajuk San Min Chui diakui oleh Soekarno sebagai resep manjur bagi agenda melawan kolonial. Soekarno mendapati percikan permenungan itu saat berusia 18 tahun. Seruan politik Soekarno mulai menentukan arah sejarah Indonesia.
Soekarno sebagai manusia politik memang menimbulkan gentar di mata kolonial. Geliat Soekarno menebar benih-benih utopia Indonesia. Pidato dan tulisan menjadi modal Soekarno dalam mengikat diri ke kalbu rakyat. Bahasa Soekarno menggugah, provokatif, meledak. Politik memerlukan bahasa perlawanan. Bara bahasa ala Soekarno telah mengabarkan keberanian mengubah nasib Indonesia. Kita pun mafhum bahwa Indonesia bergerak oleh bahasa. Soekarno adalah pembentuk bahasa politik untuk Indonesia.
Sosok Soekarno semakin menebar aura perlawanan. Gairah berpolitik bersama Partai Nasional Indonesia (1927) mengawali pencanggihan politik. Partai politik adalah rujukan mendedah dan merealisasikan ide-ide politik. Soekarno menganggap ikhtiar EFE Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat melalui pendirian Indische Partij (1912) memicu rasionalitas politik modern di Hindia Belanda. Mereka mengajarkan politik radikal tanpa jera atas hukuman kolonial. Soekarno mengafirmasi sekian gagasan para penggerak bangsa dengan ejawantah politik berhaluan nasionalisme.
Perjalanan Soekarno adalah perjalanan Indonesia. Soekarno mengumumkan Pancasila sebagai modal ideologis Indonesia: 1 Juni 1945. Kita mewarisi Pancasila sampai hari ini. Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi momentum proklamasikan kemerdekaan Indonesia. Perlawanan atas kolonialisme telah menguatkan kehendak memartabatkan negeri. Soekarno di masa 1940-an mesti lihai berpolitik saat meladeni Jepang. Godaan dan siksa Jepang menimbulkan derita di kalangan rakyat. Kondisi akut merangkum narasi kolonialisme. Soekarno tak berputus asa mengarsiteki politik demi kemerdekaan. Janji suci untuk negeri adalah kaharusan. Soekarno memenuhi janji tanpa pamrih.
Biografi politik Soekarno memang dramatik. Situasi politik 1960-an adalah latar keberakhiran kekuasaan Soekarno. Kecemburuan dan perseteruan politik menimbulkan prahara. Soekarno ada dalam dilema kekuasaan. Tragedi 1965 memicu resistensi atas agenda politik Soekarno. Detik-detik keruntuhan Orde Lama semakin kentara. Soekarno pun merana. Soekarno menjelang senjakala. Misi sebagai “putra sang fajar” telah terpenuhi kendati mengandung tragedi. Soekarno tak selesai mengisahkan Indonesia meski kematian menghampiri kala pagi: 21 Juni 1970. Soekarno adalah ingatan tak paripurna untuk Indonesia. Begitu.
*) Bandung Mawardi, pengelola Jagat Abjad Solo
0 comments:
Post a Comment