Jurnal Sastra dan Masyarakat yang Terbuka
Posted by PuJa on November 8, 2012
Cecep Syamsul Hari
Bali Post, 21 Okt 2012
SETELAH melewati masa-masa transisi yang limbung pada dasawarsa pertama sejak runtuhnya rezim yang berkuasa tiga puluh tahun, kita merasakan dan melihat bahwa lima tahun terakhir, yang lima tahun terakhir ini mungkin akan menjadi akar atau embrio dari suatu kehidupan sosial yang lebih menjanjikan keterbukaan di masa depan, saluran-saluran kontrol sosial dan politik tidak lagi dimonopoli oleh suara tunggal partai atau pemerintahan yang berkuasa, juga tidak oleh mesin perwakilan atau parlemen. Ada ”suara lain”, meminjam ungkapan Octavio Paz, yang memiliki kekuatan luar biasa yang di masa lalu hanya merupakan silent mojority dan di masa kini, dalam lima tahun terakhir itu, telah dan sedang berubah menuju moving society.
Dari berbagai jenis tulisan yang dapat kita temukan di buku-buku yang terbit lima tahun terakhir, di blog-blog dan websites, comments dan notes Facebook, sastra dan tulisan-tulisan lain bernuansa sastra telah dengan santai memasuki wilayah-wilayah tabu-politis, tabu-sosial, dan tabu-kultural, yang tidak terbayangkan akan muncul pada era ketika agen dan mesin intelijen yang tidak terlihat tapi terasa itu, sebagai alat dari sebuah kekuatan politik pemerintahan yang represif yang melihat semua pikiran kritis sebagai upaya subversif, masih memiliki kekuatan tangan besi untuk melakukan penyensoran dengan satu dan lain cara. Pada saat ini tidak ada rahasia politik yang tidak mungkin dibocorkan, tidak ada pendapat absolut yang haram kritik, tidak ada tabu yang tidak dapat dipertanyakan ulang.
Hanya rezim politik dan pemerintahan yang tidak berakar di bumi yang akan menghadapi situasi ini dengan cara burung unta ketika mencium adanya ancaman atau bahaya: mengubur kepalanya di dalam pasir dan membiarkan bagian lain dari tubuhnya terbuka.
Sastra telah menjadi salah satu elemen dari ”suara lain” dalam moving society itu. Sastra mempertanyakan kembali skala label patriarkis yang memiliki sejarah panjang sebagai penopang setia segala bentuk pemikiran ketidaksetaraan gender; sastra telah membuka pintu yang lama terkunci untuk memberi ruang bagi pemunculan berbagai dokumen dan fakta classified di masa silam dan membungkusnya menjadi realitas-fiksional yang membuat masyarakat memiliki kemungkinan tafsir dan pemahaman baru yang lebih netral atas peristiwa-peristiwa konflik politis di masa lalu; sastra telah membuka ruang bagi pemikiran-ulang dan tafsir-kritis atas pemahaman jumud dan taklid buta di wilayah filosofis dan eskatologis; sastra telah berubah menjadi apa yang disebut sebagai open-society itu sendiri.
Jika kita memikirkan kapan saat yang tepat untuk menerbitkan sebuah jurnal yang menjadikan bagian dari suatu munculnya kegairahan bersastra yang memperlihatkan kecenderungan terus meningkat setelah runtuhnya rezim Orde Baru itu dan pada saat yang sama merupakan suatu proses untuk menjadikan sastra sebagai epifenomena dari masyarakat yang demokratis, kritis, dan terbuka tiga pilar yang menjadi syarat dari open-society, maka pada saat inilah saat yang tepat itu.
Dengan prinsip-prinsip demokratis, kritis, dan terbuka itu pula Jurnal Sastra hadir di tengah-tengah kita.
Dari sudut literer, apa yang dimaksud dengan Jurnal Sastra hadir dengan prinsip-prinsip demokratis, kritis, dan terbuka, tak lain tak bukan bahwa kami (Jurnal Sastra),, mengutip kalimat Arief Budiman yang dipetik dari tulisan D.S. Moeljanto di majalah sastra Horison No.7-8/1976, ”… akan memuat karangan dari siapa pun (cetak tebal dari penulis -csh) bagi suatu majalah kebudayaan, bila karangan itu dari segi literer memang baik.”
Jurnal Sastra memperluasn pengertian siapa pun itu dengan membuka ruang yang seluas-luasnya bagi pemublikasian sosok, proses kreatif, dan karya para sastrawan dari berbagai wilayah kebahasaan di Nusantara, yang menulis dalam bahasa daerah, dalam sebuah rubrik yang disediakan khusus untuk itu, dan diberi nama rubrik ”Nusasastra”. Di dalam rubrik itu, karya sastra yang ditulis dalam bahasa daerah kami tampilkan dalam bahasa aslinya dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia (jika dipandang perlu untuk diterjemahkan).
Jurnal
Dan tentu saja, ucapan terima kasih, disampaikan Jurnal Sastra kepada Anda, sebagai bagian dan pilar dari masyarakat yang terbuka itu, yang telah bersedia menerima kehadiran satu jurnal (sastra) lagi di tangan Anda, di dalam sebuah iklim literer yang sudah lama kita ketahui, yaitu bahwa dibandingkan jumlah penduduk negara ini, dibandingkan dengan jumlah orang yang telah bebas buta huruf di negara ini, dibandingkan dengan jumlah kelas menengah dari segi usia dan strata pendidikan yang dimiliki negara ini, Jurnal Sastra dan jurnal-jurnal sastra lainnya yang telah lebih dulu terbit (di negara ini), dari segi kuantitatif, masih sangat sedikit.
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=70777
0 comments:
Post a Comment