Pages

Friday, 17 February 2012

Burung-burung Sajak


Burung-burung Sajak
Posted by PuJa on February 17, 2012
Hasan Junus
http://www.riaupos.co/

The very idea of a bird is a symbol and a suggestion to the poet. Gagasan tentang burung adalah simbol dan gambaran untuk penyair, kata John Burroughs. Emily Dickinson, 1830-1886, seorang penyair Amerika terkenal akan puisi-puisinya di masa lalu. Hampir 1800 puisi yang telah dia tulis terkenal hingga hari ini.
Puisi tentang burung yang berjudul “A Bird” adalah contoh yang sangat baik yang dilakukan oleh Emily tentang bagaimana penyair menggunakan berbagai gaya sajak dan “meter” untuk membuat puisi lebih semangat dan hidup. Dickinson menggunakan “meter” untuk meneliti “kelakuan burung” di tanah dan di udara. Dia menggunakan rhyme scheme dalam perubahan puisi untuk menunjukkan perubahan dalam sikap burung. The very idea of a bird is a symbol and a suggestion to the poet. Gagasan tentang burung adalah simbol dan gambaran untuk penyair.
Dalam berkala sastra suara No 2 bulan November 1998, terdapat sejumlah puisi tentang burung yang saya senaraikan, dan bentuk tulisan itu merupakan sesuatu yang baru, yakni bagaimana menyandingkan para penyair kelas dunia dengan para penyair Indonesia maupun para penyair Riau, yang terkenal, kurang terkenal maupun yang tidak terkenal sama sekali. Jika dikumpulkan para penyair dan puisi yang bercerita tentang “burung”, tidaklah cukup usia dan tenaga rasanya untuk menuliskannya, dan jika dibuat sebuah buku atau pun beberapa jilid buku dengan satu judul, pun agak rumit dan memerlukan penelitian yang seksama, mungkin dengan sedikit biaya atau banyak biaya berupa materi, apalagi pikiran.
Misalkan saja senarai sajak “burung” dimulai dari abad ke-12, yakni Farid ud-Din Attar (1145-1146 – c. 1221) dengan Musyawarah Burung (Mantiqu ‘t-Tayr, 1177) adalah buku puisi Persia sekitar 4500 baris. “Burung-burung di dunia berkumpul untuk memutuskan siapa yang menjadi raja mereka. Yang paling bijaksana dari mereka semua, menunjukkan bahwa mereka harus menemukan si-legenda Simorgh, yaitu burung mitos Persia. Sebuah alegori dari pencarian Tuhan. Ketika tiga-puluh kelompok burung akhirnya mencapai tempat tinggal Simorgh, mereka menemukan sebuah danau, dan bercermin, kemudian mereka melihat refleksi diri mereka sendiri.
Saat itu di Cina, pada suatu malam tak berbulan,
Simorgh muncul pertama untuk pandangan fana
Dia biarkan sehelai bulunya melayang jatuh di udara,
Dan kabar dari ketenarannya yang tersebar di mana-mana
Maka akan terbentanglah sebuah panorama persajakan sejak masa lampau sampai masa kini semuanya tentang burung-burung terpilih yang berterbangan di cakrawala kesusastraan terdiri dari “Syair Burung Pungguk” karya Anonimous, “Syair Burung Pingai” karya Hamzah Fansuri, “Burung Adarna” karya pusaka orang Filipina.
Seterusnya: “Bird” karya Pablo Neruda, “The Oriole” karya Andrew Downing, “From The Shore” karya Carld Sandburg, “SYMPHONY AT DAWN” karya Joseph Kozlowski, “Advice To a Blue_Bird”, karya Maxwell Bodenheim, “The Bird at Greenwood”, karya Edna Dean Proctor, “A Bird Hatches, karya Keith Holyoak, :Bird Music” karya Rose Terry Cooke, “Birds” karya Sarah Josepha Hale, “Birds of Passage” karya Henry Wadsworth, “Birds of Prey” karya Claude Mckay, Birds of Spring” karya Watie W Swanzy, “Bird Songs” karya Martha Lavinia Hoffman, “The Blackbird” karya Alfred Tennyson, “The Bluebird” karya Edith Willis Linn Forbes, “The Bluebird” karya John Burroughs, “Chorus of Birds” karya Aristophanes, “The Crow” karya G. K. Thomas, “The Crows” karya, by Kenneth Rand, “The Dalliance of Eagles” karya Walt Whitman, “Dead Thrushes” karya Nicarchus, “Duval’s Birds” karya Conrad Aiken, “Empty Nest” karya Martha Lavinia Hoffman, “The Exposed Nest” karya Robert Frost, “Grackles” karya Walter Wykes, “The Green Linnet” karya William Wordsworth, “Hearing the Early Oriole” karya Bai Juyi, “How the Birds Came” karya Arthur Guiterman, “Interview With a Robin” S. Moore, “Lapwings” karya Alison Brackenbury, “The Life of a Bird” Edith Matilda Thomas, “The Little Chickadee Warbler of the Winter Woods” karya Isaac McLellan, “The Loon” karya Lew Sarett, Migrating Birds that Come to the Found and Food Basket Near My Window” karya August Wilhelm Wern, “Mockingbird” karya August Wilhelm Wern, “The Mockingbird” karya Du Fu, “A Mocking-Bird” Witter Bynner, “My Partridge” Agathias, “The Nightingale” Anna Katherine Green, “The Notes of the Birds” Isaac McLellan, “Oh Little Bird” karya Edwin Leibfreed, “The Oriole” karya Andrew Downing, “The Oven Bird” karya Robert Frost, “The Owl” karya Alfred Tennyson, “The Redbreast Chasing the Butterfly” karya William Wordsworth, “Robin Redbreast” karya Eliza Allen Starr, “Sea-Gull” karya Isaac McLellan, “Sea-Gulls Inland” karya Teresa Hooley, “The Shining Bird” karya Marjorie Allen Seiffert, “Sing, Little Birdie!” karya Watie W. Swanzy, “The Snowbird” karya Caroline Spencer, “The Song of the Cranes” karya Su Shi, “The Sparrow’s Nest” karya William Wordsworth, “The Swallow” karya Anacreon, “The Swallow” karya Edwin Curran, “Swamp Owl” karya Lew Sarett, “To a Hummingbird” karya Christopher Pearse Cranch, “To a Raven” karya C. B. Langston, “To a Robin Redbreast” karya Richard Chenevix Trench, “To a Sky-Lark” William Wordsworth, “To the Cuckoo” karya William Wordsworth, “To the Man-of-War-Bird” karya Walt Whitman, “Wild Pigeon” karya Isaac McLellan, “Wild Swans” karya Edna St. Vincent Millay, “With the Eagle” Edward Robeson Taylor, “Matinya Burung-Burung” karya Francois Copee, “Jangan Larang Burung Bernyanyi” karya Sutardji Calzoum Bachri, “Seekor Burung” karya Roger Giroux, “Burung” karya Sitor Situmo­rang, “Burung Cinta” karya Leopold Sedar Senghor, “Burung” karya Subagio Sastrowardojo, “Gagak” karya Shinkechi Takahashi, “Orkestra Burung-Burung” karya Hafney Maulana, “Tiada Lagi Burung, Ibu Telah Meninggal” karya Alphonse de Lamartine, “Burung Nasib” karya Abu Akhwan, “Burung Terbakar” karya Rendra, “Bernyanyilah Burung” karya Vicente Aleixandre, “Burung” karya Leon Agusta, “Burung Waktu” karya Idrus Tintin, “Bulbul” karya Jorge Guillen, “burung” karya Ocatvio Paz, “nyahlah burung-burungku” karya Taufik Ikram Jamil, “Seekor Burung Cantik” karya Hoesnizar Hood, “Seekor Burung Pagi” karya MD Moehammad, “kematian burung” karya Eddy Ahmad RM, “Merpati-Merpati” karya Gunter Eich, “Burung Laut” karya Dasri Al-Mubary, “Hikayat Burung-Burung” karya Pangeran Amry, “Burung-Burung” karya Saint-John Perse, dan last but cer­tainly not least ialah “Lukisan Burung-Burung” karya Abel Tasman, “burung-burung” karya Junewal Muchtar dan “Burung Hitam” karya Didin Sirojudin SSn.
Oh, tak kan tertulis semua sajak tentang burung di dunia ini; dalam keadaan uzur dan sakit, Zuarman Ahmad, senantiasa setia untuk mengetik Rampai ini, dan ada satu sajaknya tentang burung yang katanya disimpan dan tak pernah dipublikasikan “Nyanyi Burung”. Entah seperti apalah sajak itu, tetapi yang jelas, pastilah penuh dengan rhythm (rhytmos) dan melodi (melôdía). Teruskanlah menulis puisi tentang “burung”, sebelum burung-burung itu menjadi legenda! ***
11 Desember 2011

0 comments:

Post a Comment