Pages

Saturday, 11 February 2012

Sastrawan, Honor, dan Dewan Kesenian


Sastrawan, Honor, dan Dewan Kesenian
Posted by PuJa on February 11, 2012
Putik Samira
Radar Banjarmasin, 11 Nov 2007

IZINKANLAH saya bicara tentang – kalau boleh disebut — sastra, meski saya bukanlah siapa-siapa.
Catatan ini saya buat berdasarkan obrolan-obrolan santai dengan beberapa kawan sastrawan serta dari kegiatan sastra seperti Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V yang baru saja berlalu, yang bahkan inguhnya mungkin masih tercium hingga saat ini.
Baiklah, saya ingin bicara tentang hal yang mungkin sedikit “tabu” namun cukup sering menjadi pembicaraan di beberapa kalangan sastrawan, baik diam-diam maupun terang-terangan. Yakni soal honor. Maaf Redaktur Cakrawala Sastra & Budaya Radar Banjarmasin, bila saya bicara tentang hal yang mungkin sangat sensitif ini. Tapi, demi kemaslahatan bersama, saya merasa penting hal ini dibicarakan di ruangan Cakrawala yang saya kira terbuka bebas bagi siapa saja yang hendak menulis.
Memang, beberapa waktu lalu pernah ada tulisan seorang penyair yang menyinggung tentang honor karya sastra yang diberikan Radar Banjarmasin untuk setiap karya yang terbit. Intinya, ya tahulah, sudah pasti tentang bagaimana meningkatkan “UMR” setiap karya sastrawan yang dimuat di halaman Cakrawala ini. Isinya, ya bujuk-bujuk, rayu-rayuan agar pihak koran yang kita cintai bersama ini mau “bermurah hati” menambah “upah” atas setiap karya.
Nah, sebab itulah, bila kali ini pun saya bicara soal honor, saya percaya sang Redaktur tidak akan keberatan untuk membentangkannya di halaman Cakrawala ini. Tapi, kali ini saya lebih kepada menawarkan beberapa solusi bagaimana caranya meningkatkan honor para sastrawan atas setiap karyanya yang terbit. Dengan catatan, tidak terlalu membebankan Radar Banjarmasin – yang sebenarnya telah begitu bermurah hati menyediakan dua halaman full untuk karya-karya sastrawan, yang di koran lain di banua ini tidak ada sebaik ini (Redaktur jangan ge-er)–, namun lebih kepada bagaimana mensinergikan perangkat-perangkat pendukung perkembangan karya sastra yang ada di Bumi Lambung Mangkurat ini.
Saya masih ingat – mudah-mudahan tidak salah ingat – pidato Ketua Harian Dewan Kesenian Kalsel H Syarifuddin R pada saat acara malam penutupan KCI V di Taman Budaya Banjarmasin. Salah satu hal penting yang beliau sampaikan adalah bagaimana caranya meningkatkan penghargaan terhadap karya-karya sastrawan Kalsel. Seperti memberikan honor yang layak, serta penghargaan lainnya. Nah, salah satu yang beliau katakan untuk meningkatkan honor itu adalah – mudah-mudahan tidak salah ingat lagi – adanya bantuan dari pemerintah serta Dewan Kesenian untuk ikut serta menambah “penghasilan” para sastrawan atas karya yang telah mereka cipta.
Memang, dalam pidato itu tentu saja beliau tidak bisa langsung membicarakan secara teknis bagaimana bentuk bantuan yang diberikan bagi peningkatan honor karya para sastrawan. Nah, di sinilah saya mencoba menjabarkan, atau setidaknya sumbang pikiran bagaimana kemungkinan hal itu bisa diwujudkan.
Kebetulan saya terlibat obrolan dengan Redaktur Cakrawala Sandi Firly. Ketika saya coba bicarakan lagi apa yang telah disampaikan H Syarifuddin, Sandi tampak antusias menyambut upaya peningkatan “kesejahteraan” para sastrawan itu. Intinya, Sandi mengatakan membuka peluang sebesar-besarnya bagi kerjasama dengan Dewan Kesenian Kalsel/Kota/Kabupaten untuk bersama-sama mengangkat honor karya sastrawan Kalsel. Simpelnya, Dewan Kesenian ikut memberikan honor kepada karya sastra yang terbit. Misalnya, karya sastrawan daerah Banjarbaru terbit, maka Dewan Kesenian Kota Banjarbaru ikut membantu memberikan honor – atau terserahlah bagaimana, tapi kira-kira kurang lebih begitulah.
Bagaimana kompensasi bagi Dewan Kesenian? Dengarlah kata Sandi Firly, “Saya bersedia menampilkan setiap agenda Dewan Kesenian seluruh Kalsel, lengkap dengan logo masing-masing Dewan Kesenian tersebut di halaman Cakrawala. Pokoknya bisa dibicarakanlah…”
Nah, bukankah tawaran itu cukup menarik?
Dengar juga pendapat Jamal T. Suryanata. Menurut sastrawan yang cukup konsen dengan warna lokal lewat kisah handap-nya ini, kerjasama media dengan Dewan Kesenian ini di beberapa provinsi sebenarnya sudah banyak dilakukan. “Misalnya di Lampung. Dewan Kesenian di sana ikut memberikan honor bahkan membantu menerbitkan buku karya sastrawan di daerah mereka. Mungkin itulah salah satu sebabnya, mengapa kegiatan bersastra di sana cukup intens dan maju,” ujar Jamal. “Mengapa tidak kita tiru saja?” lanjut penulis yang cukup sering diundang mengikuti kegiatan sastra nasional ini.
Namun Jamal juga melihat masih ada segi lain. Semestinya juga, katanya, Balai Bahasa Kalsel bisa ikut membantu meningkatkan “kesejahteraan” para sastrawan. Sebab, sastrawan juga ikut andil dalam pengampanyeaan berbahasa yang baik dan benar.
Betul. Selama ini program-program kerja Balai Bahasa sepertinya tidak terekspos dengan baik, sehingga tidak diketahui masyarakat luas apa saja kerjanya. Apakah memang Balai Bahasa yang tidak berupaya untuk “mengabarkan” apa saja gawi mereka? Atau wartawan yang memang malas menanyai. Tapi, semestinya Balai Bahasa harus proaktif melaporkan kegiatan-kegiatan mereka. Bukankah dengan diberitakan di media massa setidaknya lebih memudahkan sosialisasi dari kerja yang telah dilakukan? Tidak sekonyong-konyong kita malah langsung menyaksikan sebuah tampilan pemberian penghargaan kepada sastrawan oleh Balai Bahasa dengan nebeng di acara KCI V kemarin itu.
Tapi okelah. Sekarang kita kembali ke soal honor saja lagi, dan dengar apa pula komentar Harie Insani Putra? Cerpenis satu ini ternyata juga sangat setuju dengan contoh-contoh kerjasama yang terjadi antara media dengan Dewan Kesenian. Setidaknya, menurutnya, ini menjadi salah satu upaya untuk dapat meningkatkan honor karya para sastrawan. Harie bahkan berpikir lebih jauh, “Ini harus diwacanakan! Dan momennya adalah di Aruh Sastra IV Amuntai.”
Begitulah sastrawan muda ini tampak menggebu-gebu. Sejauh ini Harie melihat belum ada gagasan-gagasan dari Aruh Sastra yang telah terlaksana dapat memberikan sesuatu yang lebih berarti bagi sastrawan Kalsel dan dunianya. Karenanya wajar memang, bila pada Aruh Sastra IV di Amuntai ini perlu dipikirkan bersama sesuatu yang bisa menjadi pijakan agar dunia sastra di Kalsel bisa melompat lebih jauh lagi.
Aruh Sastra IV, Apa yang Dicari?
Kebetulan saya telah mendapatkan susunan acara Aruh Sastra IV di Amuntai yang bakal digelar 14-16 Desember 2007 nanti. Menarik. Jadwal acara yang diagendakan cukup beragam, selain diskusi, pergelaran, juga ada lomba musikalisasi puisi.
Melihat dari judul tema-tema diskusi Aruh Sastra IV di Amuntai itu, sepertinya hanya berupa paparan-paparan mengenai pertumbuhan, pembinaan, dan perkembangan puisi dan cerpen Indonesia modern di Kabupaten HSU. Meski juga ada paparan dari Korrie Layun Rampan tentang lokalitas dan sastra Indonesia di Kalimantan, dan Anggraini Antemas dengan kearifan lokal dalam budaya masyarakat Banjar. Tapi semoga saja perkiraan saya salah. Dan bahwa nanti di acara Aruh Sastra akan muncul pemikiran-pemikiran yang bersinar yang bisa mengatasi pelbagai permasalahan sastrawan Kalsel. Misalnya, “salah duanya” adalah soal honor dan upaya konkret bagaimana meningkatkan kualitas sastra Kalsel sehingga bisa lebih bergaung lagi di pentas nasional.
Aruh Sastra IV relatif masih cukup lama. Dalam bentang waktu sebelum hari “H”, saya kira alangkah baiknya bila pelbagai wacana apa yang harus dicari dari Aruh Sastra IV ini sudah dibicarakan sejak saat ini di masing-masing kota/kabupaten. Bukan membicarakan siapa yang akan menjadi tuan rumah Aruh Sastra V tahun 2008 nanti, tapi lebih kepada persoalan-persoalan penting yang mestinya bisa dipecahkan bersama dalam aruh gonol itu. Seperti soal peningkatan honor tadi, apa mungkin misalnya memberdayakan Dewan Kesenian seluruh Kalsel?
BAIKLAH, sebenarnya semula saya hanya ingin menulis surat pembaca. Namun karena ternyata terlalu panjang, akhirnya saya jadikan esai saja.
Saya sebagai bukanlah siapa-siapa hanya sekadar menyampaikan wacana, selanjutnya terserah Anda. Bagaimana?
*) Penulis cerpen, beberapa karyanya terbit di Radar Banjarmasin.
Dari Cakrawala: Catatan Putik Samira berjudul Sastrawan, Honor, dan Dewan Kesenian (Wacana Pra Aruh Sastra IV di Amuntai) cukup menarik untuk kita sambut bersama sebagai wacana menjelang Aruh Sastra. Terutama gagasan-gagasan di dalamnya. Untuk itu, Cakrawala membuka SMS untuk memberikan tanggapan, saran, ide, atau apa saja, kirimkan ke: 05119044233. SMS yang masuk akan ditampilkan pada Cakrawala edisi Minggu 18-25 November, 2-9-16 Desember 2007.
Dijumput dari: https://hariesaja.wordpress.com/2007/11/11/sastrawan-honor-dan-dewan-kesenian/

0 comments:

Post a Comment