Pages

Tuesday 24 April 2012

Merekonstruksi Idealisme Pers Mahasiswa


Merekonstruksi Idealisme Pers Mahasiswa
Posted by PuJa on April 24, 2012
Kalis Mardi Asih

http://www.kompasiana.com/mardiasih
Sejarah bangsa ini mencatat perjalanan Pers Mahasiswa sebagai sebuah media yang berpengaruh dalam menuangkan gagasan, propaganda serta cita-cita kemerdekaan Indonesia oleh aktivis mahasiswa. Kelahiran majalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1924 di Belanda juga Soeara Indonesia Moeda pada tahun 1928 yang terbit pada momen Sumpah Pemuda, keduanya turut memberikan suntikan semangat bagi terwujudnya cita-cita kemerdekaan yang terealisasi pada 17 Agustus 1945.
Pasca kemerdekaan, kampus sebagai miniatur Negara yang di dalamnya juga terdapat lembaga dengan fungsi Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif menempatkan Pers Mahasiswa sebagai sesuatu yang sentral. Tak hanya sekedar melakukan tugas liputan kehidupan kampus, Pers Mahasiswa juga menjadi stabilisator mutu mahasiswa yang hingga saat ini masih bergelar sebagai agent of change serta guidance of value. Koran dan Majalah kampus dapat disebut sebagai bukti nyata atas keunggulan intelektualitas. Kapasitas tersebut tercermin lewat berbagai tulisan kritik dan produktivitas pemikiran mahasiswa, kaum yang maha karena memperoleh ilmu hingga bangku pendidikan tinggi .
Secara rasional, di era industrialisasi yang mengagungkan kapitalisme dan neoliberalisme, Pers Mahasiswa seharusnya tetap menjaga dualisme perannya. Peran tersebut yakni inward function berupa kontrol kehidupan internal kampus serta outward function sebagai watchdog Pemerintah. Faktanya, perkembangan dinamika kampus terus menguji idealisme insan Pers Mahasiswa. Fenomena hegemoni ideologi atas nama agama seperti Hizbut Tahrir (HTI), Ikhwanul Muslimin (KAMMI) dan lain-lain, sangat menarik untuk dikupas dalam bahasan kali ini. Pasalnya, gerakan transnasional tersebut kini sangat berpengaruh pada kehidupan demokrasi kampus dibandingkan dengan gerakan tradisional seperti NU (PMII) dan Muhammadiyah (IMM) juga organisasi independen seperti HMI dan GMNI.
Kami teringat ungkapan Soe Hok Gie, aktivis yang terkenal dengan buku Catatan Seorang Demonstran bahwa satu-satunya kemewahan yang dimiliki oleh mahasiswa adalah idealisme. Maka, hegemoni ideologi pada tubuh gerakan mahasiswa adalah sebuah penyakit kronis yang patut disoroti. Sebab yang utama adalah masyarakat kampus telah sangat sadar bahwa gerakan-gerakan tersebut telah masuk pada ranah politik praktis yang berpihak pada salah satu partai politik. Hal ini jelas adalah praktek yang memalukan. Sebab, ketika idealisme mahasiswa telah terbeli, lepas dengan dalih bahwa partai hanyalah sarana untuk menuju cita-cita luhur demokrasi, fungsi mahasiswa sebagai oposisi konstruktif Pemerintah tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Konflik ideologi yang mengejawantah melalui praktek politik praktis dalam tubuh lembaga kemahasiswaan ini selanjutnya membuat kerja Pers Mahasiswa menjadi tidak tuntas. Disadari atau tidak, dinamika internal kampus menjadi fokus utama kerja mereka. Konflik-konflik lanjutan terjadi karena karakteristik ideologi yang mengandaikan kecenderungan intoleran terhadap kerangka epistemologi berfikir yang lain. Hal ini merupakan potensi laten yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan konflik dan kekerasan.
Selain masalah monitoring lembaga kemahasiswaan, adapula masalah internal lain di tubuh lembaga Pers sendiri. Contoh yang nyata adalah banyaknya tugas kuliah, isu-isu yang diterbitkan oleh birokrasi kampus, serta tidak tuntasnya kajian atas suatu permasalahan di dalam tubuh pengurus yang berujung pada kurangnya pencerdasan serta tidak utuhnya pembentukan karakter insan Pers Mahasiswa. Masalah internal ini secara bertubi-tubi menyebabkan Lembaga Pers Mahasiswa melupakan outward functionnya untuk terus meningkatkan kapasitas intelektualnya dalam menyimak isu-isu ke-Indonesiaan.
Menyikapi urgensi permasalahan diatas, penulis berfikir bahwa penting untuk merekonstruksi idealisme Pers Mahasiswa dengan segera. Bertolak dari sambutan Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Nasional di hari Pers Nasional Februari lalu, paling tidak ada tiga dasar yang perlu dilaksanakan.[1]
Pertama, bertalian dengan fungsi alamiah pers. Dalam beberapa ungkapan dikatakan, pers merdeka merupakan hakikat atau natur dari pers itu sendiri. Untuk menjalankan fungsi pers seperti fungsi informasi sangat memerlukan kemerdekaan atau kebebasan. Sehingga, di tengah gejolak politik praktis yang melanda kampus, insan Pers Mahasiswa tidak boleh terpengaruh pihak manapun. Pers Mahasiswa harus tetap memegang teguh warna tinta identitas yang diusung. Hanya dengan kemerdekaan, informasi yang disampaikan kepada publik layak dipercaya dan akurat.
Kedua, bertalian dengan fungsi sebagai instrumen untuk mewujudkan hak asasi manusia. Salah satu peran Pers mahasiswa, yakni mewadahi hak setiap warga kampus untuk bebas berkomunikasi, bebas menyatakan pikiran dan pendapat, hak atas kebebasan menyampaikan keluhan, sangat memerlukan Pers yang merdeka. Oleh karena itu, kebebasan bertukar pendapat antara insan pers dan warga kampus akan akan meningkatkan mutu kebenaran serta mendorong perubahan dan kemajuan. Atas hal ini, Lembaga Pers Mahasiswa sangat tidak disarankan untuk bersikap ekslusif seperti kebanyakan lembaga lainnya. Lembaga Pers baiknya mengadakan kegiatan diskusi publik atas suatu isu secara terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, sebaiknya Lembaga Pers juga mengadakan suatu panggung bedah tulisan. Dalam acara tersebut, insan Pers dapat berkomunikasi secara terbuka dengan warga kampus mengapa mereka mengambil perspektif seperti yang telah dipaparkan. Respons warga kampus selanjutnya tanpa disadari dapat membangun kapabilitas internal. Hal tambahan yakni Pers dapat lebih mengenal jati diri warga kampus sehingga dapat memetakan harus seperti apa nafas tulisan mereka ke depan.
Ketiga, pers sebagai sarana demokrasi. Acapkali kita mendengar ungkapan tanpa tanggung jawab tidak ada demokrasi. Sehingga Pers mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan miniatur demokrasi dalam kampus yang sehat, lewat liputan-liputan yang objektif dan berimbang. Lebih dari itu, Pers Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memonitor isu-isu ke-Indonesiaan untuk selanjutnya mengedukasi warga kampus. Misalnya, dewasa ini kita kerapkali disuguhi berita media televisi yang kurang berimbang dikarenakan kepentingan bisnis dan politik semata. Maka, menjadi tugas Pers Mahasiswa untuk meluruskan fenomena tersebut dengan menjadi garis tengah. Sebagai insan intelektual insan pers harus menunjukkan sikap ilmiah atas suatu isu. Ingat, Pers Mahasiswa adalah Pers yang paling independen karena tidak memiliki tendensi apapun selain pembelaan terhadap kemewahan bernama idealisme.
Akhirnya, kepada pers mahasiswa, kami mengingatkan bagian paling dasar dari kerja insan Pers yakni menjunjung tinggi kode etik pers, tidak hanya demi kepentingan sumber berita, melainkan sebagai suatu kesatuan dalam menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers. Semoga rekonstruksi idealisme Lembaga Pers Mahasiswa dapat turut mengawal terbinanya insan middle class pencipta dan pengabdi yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.
_____________08 April 2012
[1] Sambutan Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Nasional pada 9 Februari 2012 dalam Peringatan Puncak Hari Pers Nasional
Dijumput dari: http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/08/merekonstruksi-idealisme-pers-mahasiswa/

0 comments:

Post a Comment