Pages

Wednesday 16 May 2012

Cerita Unik dari ”Negeri Terong”


Cerita Unik dari ”Negeri Terong”
Posted by PuJa on May 15, 2012
Judul : The Terong Gosong; Ketawa Secara Serius
Penulis : Yahya C. Staquf
Penerbit : Mata Air Publishing
Cetakan : I, Juli 2011
Tebal : xx + 156 hal
Harga : Rp. 30.000,00
ISBN : 978-979-18405-4-5
Peresensi : Fathurrahman Karyadi *
__Majalah Terbuireng edisi XIV Jan-Feb 2012

Cerita Unik dari ”Negeri Terong”

Di Inggris, buah terong sering disebut eggplant dan di Jerman (die) Aubergine. Di sana terong banyak di jumpai di toko-toko Asia, sedangkan di supermarket ada meski agak jarang. Ternyata terong juga dimasak layaknya sayur-sayur lainnya, ia menjadi sayur lodeh hanya kuahnya agak sedikit. Warga Turki yang banyak tinggal di Jerman juga menjadikan terong sebagai salah satu menu favorit mereka. Petani terong memang jarang dijumpai, tapi banyak sayur dan buah yang diimpor dari negeri tetangga seperti Spanyol dan Itali.
Agak berbeda dengan Eropa, di Korea terong sering digunakan sebagai ramuan obat-obatan khususnya penyakit jantung. Konon, Rasulullah Muhammad SAW juga pernah bersabda terkait kasiat terong (al-batinjan) sayangnya hadits itu tidak popular karena diklaim dhaif alias lemah kevaliditasannya oleh mayoritas ulama (jumhur).
Nah, di Indonesia ”terong” sudah tak asing lagi. Bentuknya yang oval panjang—ada juga yang bulat, berwarna hijau dan ungu cerah menjadi santapan idaman bagi rakyat nusantara. Di samping ada yang digoreng, disayur dan disambal, tak kalah gurihnya ia bisa langsung dimakan sebagai lalapan bersama daun kemangi, mentimun, kubis dan kacang panjang.
Yang membuat lebih menarik ialah nama ”terong” ternyata menjadi sebuah komunitas besar yang digemari belasan ribu orang, lebih lengkapnya ”Terong Gosong”. Ia adalah group di situs jejaring sosial Facebook (http://www.facebook.com/TerongGosong) yang pertama kali diliris pada 13 Mei 2009 oleh KH. Yahya Cholil Tsaquf atau lebih akrab disapa Gus Yahya. Group tersebut senantiasa meng-upload catatan-catatan unik seputar dunia pesantren dan hiruk-pikuk negeri ini lewat humor khas kaum sarungan. Sudah pasti cerita yang disuguhkan orisinil dan nyata bukan sekedar fiktif atau lelucon belaka. Banyak yang mengaku mendapat pelajaran berharga (expensive knowledge) dari notes tersebut karena memang nila-nilai kearifan terasa betul di dalamnya.
Catatan Gus Yahya memiliki karakteristik tersendiri. Di awal tulisan, pembaca disuguhi sejarah masa lalu, potret keteladanan seorang pemimpin serta fenomena hangat di negeri ini, kemudian pada ending cerita ada saja kalimat-kalimat yang membuat semua pembaca tertohok untuk tertawa. Hingga tak heran, ketika resensi ini ditulis member yang bergabung di group dirian putra KH. Moh. Cholil Bisri yang juga mantan juru bicara Presiden KH. Abdurrahman Wahid itu sudah mencapai lebih dari 13.0000 orang. Uniknya lagi, mereka terdiri dari berbagai macam kalangan seperti kiai dan santri, dosen dan mahasiswa, dokter dan pasien, sampai pejabat dan rakyat yang berasal dari dalam maupun luar negeri di antaranya Arab, Mesir, Libya, Amerika, Kanada, Taiwan dan Jepang.
Karena desakan para penggemar, akhirnya Gus Yahya terdorong untuk menjadikan catatan-catatannya itu sebagai buku kompilasi. Maka pada bulan Juli 2011 buku yang berjudul ”The Terong Gosong” itu terbit dengan jumlah 156 halaman.
Nama ”Terong Gosong”
Banyak yang bingung dan bertanya-tanya mengapa nama komunitas yang begitu banyak penggemarnya itu bernama Terong Gosong? Sampai bukunya pun bernama demikian? Apa tidak ada nama lain yang lebih familiar agar visi dan misinya terasa memiliki wibawa besar?
Susah untuk menjawabnya. Gus Yahya sendiri—sebagaimana yang tertulis dalam pengantar buku tersebut—mengaku bahwa dinamai ”Terong Gosong” nyaris tanpa alasan tertentu, apalagi filosofi yang mulia-mulia. Satu-satunya yang bisa disebut sebagi sumber inspirasi bagi nama itu adalah bahwa terong telah menjadi makanan yang paling populer sepanjang sejarah di lingkungan santri-santri pesantren. Biasanya, terong dibakar hingga gosong, untuk kemudian dikupas dan dipecelkan sambal terasi, selanjutnya disebut ”sambal terong”, untuk dijadikan lauk makan sehari-hari.
Karena alasan itulah Gus Yahya lebih memilih nama Terong Gosong daripada nama-nama lain yang terlalu muluk-muluk. Menurut hemat penulis pribadi—yang agak sering bergelut bahasa Arab—Terong Gosong bisa diimplementasikan sebagai ”taraw ghadan” yang bermakna melihat masa depan. Ini sebuah pengejahwantahan firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi wal tanzhur nafsun ma qaddamat lighad—[Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok].
Inilah yang menjadi tujuan utama sejarah. Tidak hanya sekedar dikaji dan diteliti secara mendalam, tetapi juga dipraktikkan sehingga keburukan tempo dahulu tidak kembali terjadi di masa kini dan mendatang. Begitu pula kejayaan yang telah dicapai bisa terulang kembali atau bahkan melebihi yang telah lampau.
Dalam antologi syair al-Qashidah al-Haiyyah, Syaikh Syihabuddin al-Suhrawardi menuturkan, ”Jika kalian bukan orang hebat maka tirulah kesuksesan serta keteladanan para tokoh pendahulu, karena meniru langkah mereka adalah suatu kebanggaan tersendiri.”
Humor dan Urgensinya
Humor adalah kebutuhan manusia, bagi yang merasa manusia pasti membutuhkannya, demikian ungkap Mudhfar Maruf penulis buku Guyon Cak Jahlun. Ia menambahkan, banyak ahli kesehatan dan psikolog yang percaya kalau tertawa sangat baik untuk kesehatan dan bikin awet muda. Sekali saja seseorang tertawa maka akan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) sebesar 26%. Jadi, jika ingin awet muda dan panjang umur, maka tertawalah sebelum anda ditertawakan!
Ada sebuah slogan ”Senyum itu Sehat”. Ini bukan sekedar bualan belaka, tetapi benar-benar nyata. Rasulullah SAW pun pernah bersabda bahwa senyum termasuk dari pada sedekah. Dengan begitu, humor memiliki porsi penting dalam kehidupan ini. Sehingga bukan hanya emosi, kecewa, cemas, tangis dan sedih saja yang tergambar di wajah semua orang, tawa dan senyum pun harus ada.
Di manapun dan kapanpun seseorang berada di situlah ia dapat tertawa, karena yang menjadi objek untuk ditertawakan sangat universal dan kompleks. Pada umumnya, humor terjadi karena interaksi secara langsung, seperti kejadian “salah sapa” yang banyak dialami setiap orang. Di terminal seorang suami tiba-tiba saja menggandeng tangan seorang gadis yang dikira itu istrinya ternyata bukan. Akibatnya sarapan berupa tamparan terpaksa mampir di muka orang itu. Atau kisah seorang santri yang berteriak tak sabar meminta orang yang di dalam kamar mandi segera keluar untuk bergiliran, eh ternyata orang di dalam itu adalah kiainya sendiri.
Ada juga humor yang terjadi karena bukan interaksi secara langsung, seperti melihat ulah orang lain di seberang jalan, menonton tayangan lawak maupun membaca buku humor. Lebih ekstrim lagi, saya pernah menerima pesan singkat dari seorang kawan. Bunyinya demikian ”Menu buka puasa hari ini: Mienya Megawati, Esnya SBY, jusnya Gus Dur, Susunya Soeharto, pesan mana?”
Dengan bijaksananya, Gus Yahya memberi selogan komunitas Terong Gosong dengan kalimat ”ketawa secara serius”. Lebih lanjut beliau memberi ilustrasi bukunya itu dengan prolog ”(Buku) The Terong Gosong itu tentang dunia pesantren. Murid-murid dan guru-gurunya. Gagasan-gagasan dan canda tawa. Kearifan dan kesalahpahaman. The Terong Gosong itu tentang proses belajar, memetik pelajaran adalah tujuannya. Tapi namanya proses, kadang mendapatkan hasil kadang tidak.The Terong Gosong itu tentang ketawa. Bisakah belajar melalui ketawa? Kalau beruntung, bisa. Kalau tidak, ketawa saja sudah meyenangkan toh?”
Di bulan Ramadhan kemarin, Terong Gosong cukup gencar meng-upload status-status humornya di Facebook. Seperti ”Bagaimana pun keadaannya, Syukur tetap harus dipanjatkan. Karena Syukur nggak bisa manjat sendiri!” Tak kalah kocaknya, di hari berikutnya mucul lagi ”Apa pengaruh Ramadan pada diri kita? Di bulan istimewa ini, bertambah kuat rasa rindu kita dan bertambah menggelora penantian kita; adzan Magrib!”
*) Fathurrahman Karyadi, Bergiat di Pustaka Tebuireng
Dijumput dari: http://hiburan.kompasiana.com/humor/2012/02/16/cerita-unik-dari-%E2%80%9Dnegeri-terong%E2%80%9D/

0 comments:

Post a Comment