Pages

Tuesday 23 October 2012

Papua Dinilai Minim Penulis Sastra


Papua Dinilai Minim Penulis Sastra
Senin, 22 Oktober 2012 | 21:34 WIB


JAYAPURA, KOMPAS.com--Staf dari Kantor Balai Bahasa Jayapura, Provinsi Papua, Ummu Fatimah RL, menyatakan di provinsi paling timur Indonesia itu masih minim penulis novel atau karya sastra lainnya.

"Berdasarkan pengamatan kami, dan saya secara pribadi. Di Papua, masih kurang penulis novel atau sastra yang asli orang Papua," kata Ummu yang juga novelis itu dalam diskusi Ko’Sapa (Komunitas Sastra Papua) di Jayapura, Senin.

Menurut dia, penulis novel atau pun karya sastra lain yang asli orang Papua hanya bisa dihitung dengan jari, dan itupun mulai ada sejak tahun 2000-an.

Ia menyebut Aprilia RA Wayar yang pada Juni 2009 menulis novel Mawar Hitam Tanpa Akar, kemudian ada sejumlah nama lainya. "Kebanyakan yang menulis bukan orang asli Papua," katanya.

Dia mengutarakan, menulis bukanlah hal yang mudah dan gampang, tetapi membutuhkan semangat dan kerja keras.

"Mengubah budaya bercerita menjadi seorang penulis itu bukan pekerjaan yang gampang. Tetapi jika dimulai dengan membaca buku apa saja, saya kira itu bisa menarik minat untuk menulis tentang apa yang ada di lingkungan kita, atau yang kita lihat dan alami," kata penulis novel ’Lelaki Januari’ itu.

Ia menyarankan untuk menjadi seorang penulis ataupun sastarawan apa saja, agar banyak membaca buku.

Andi Tagimahu, Koordinator Ko’Sapa, juga mengakui hal itu. "Kami membentuk Komunitas Ko’Sapa agar semakin banyak anak-anak Papua yang tertarik untuk menjadi penulis," katanya.

Andi yang pernah menjadi presenter Tabea di PapuaTV mengatakan saat ini komunitas yang dibentuk oleh pihaknya berupa grup di salah satu jejaring sosial telah memiliki anggota sebanyak 1.300 orang lebih. "Dan kami berharap mereka, bisa menyumbangkan karya-karya asli Papua yang kurang mendapatkan perlindungan dan perhatian dari pemerintah," katanya.

Sementara Aprilia RA Wayar ketika diminta pendapat tentang bagaimana ia bisa menulis sebuah novel dengan judul yang menarik mengatakan bahwa menulis itu dimulai dari banyak memabaca novel-novel terkenal.

"Saya sejak kecil sudah gemar membaca, dan novel yang saya tulis itu mengalir begitu saja. Saya tertantang untuk menulis setelah membaca novel "Sali" karya Dewi Linggasari. Sebagai orang Papua saya harus bisa menulis," katanya.

"Saya sependapat dengan kakak Ummu, bahwa di Papua masih minim penulis novel atau sastra," katanya.

Sumber :ANT
Editor :Jodhi Yudono

0 comments:

Post a Comment